Pemalang Bakal Perkuat Ketahanan Pangan melalui Masyarakat Tepian Hutan

Pemalang – Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah adakan focus group discussion dengan Perum Perhutani KPH Pemalang dalam rangka memperkuat ketahanan pangan masyarakat tepian hutan pada Rabu (8/9) bertempat di Hotel Regina, Pemalang. Pertemuan terbatas tersebut juga dihadiri oleh Kepala Pusat Ketersediaan dan Keamanan Pangan Kementerian Pertanian, Lembaga Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Hutan (LPMDPH) serta Direktur Utama PT. BPR BKK Lasem Rembang.

Pertemuan yang melibatkan Sekretariat Nasional Badan Usaha Milik Petani (Seknas BUMP) Indonesia tersebut bertujuan untuk bersama-sama mengoptimalkan potensi sumber daya hutan di wilayah KPH Pemalang melalui kelembagaan ekonomi petani berbentuk Badan Usaha Milik Petani sebagai salah satu lumbung pangan masyarakat. Sebab lain dari adanya pertemuan ini ialah untuk menyelaraskan persepsi hingga tuntas antar stakeholders yang terlibat dalam peningkatan kapasitas masyarakat tepian hutan agar dapat terealisasi sesuai rencana.

Administratur Perum Perhutani KPH Pemalang, Ir. Akhmad Taufik menjelaskan bahwa ada sekitar 3500 ha termasuk lahan inti petak 53 sebesar 32,7 ha yang dapat dioptimalkan guna memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus meningkatkan pendapatan petani sekitar hutan yang identik dengan kemiskinan serta pendidikan yang rendah. Taufik juga menambahkan petak 53 sebagai lahan khusus yang dikelola Kelompok Tani Hutan (KTH) di Desa Kebon Gede dan Desa Paguyangan bakal dijadikan sebuah pusat pembelajaran pertanian, perikanan, dan peternakan berupa Agroforestry Learning Center (ALC).

“Apa yang kita bahas hari ini dapat meningkatkan harkat dan martabat petani. KTH identik dengan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan (kulin kk) dalam mengoptimalkan lahan garapan Perhutani atau baron untuk masyarakat. KTH sampai saat ini belum merambah ke substansi yang lebih jauh petani menuju arah ke mana. Rencananya KTH ALC di petak 53 akan menjadi etalase atau pusat pembelajaran wana tani, wana mina, dan wana ternak terhadap petak-petak yang lain. Ketika database sudah jelas dan petani sudah menjadi subjek nampaknya tidak perlu banyak regulasi dalam menunjang pemberdayaan,” jelas Taufik.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Ir. Agus Wariyanto, S.IP, M.M mengatakan bahwa untuk dapat membantu masyarakat tepian hutan agar tidak terjadi kerawanan pangan dibutuhkan niat yang tulus untuk mengembangkannya. Badan Usaha Milik Petani (BUMP) merupakan model ekonomi global yang saling menguntungkan satu sama lain dengan tetap memperjuangkan nilai-nilai kearifan lokal dan modal sosial setempat sehingga dapat diterapkan melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) di KPH Pemalang. Hutan cadangan pangan atau Forest co Food menjadi potensi yang besar untuk masa depan karena semakin sempitnya lahan pertanian yang alih fungsi menjadi bangunan.

“Kalau mau memikirkan masyarakat sekitar hutan memang harus ada operatornya, tidak cukup hanya kelompok. Tetapi kuncinya kita harus kerja sama, sinergi. BUMP menekankan ekonomi gotong royong, bukan kapitalis apalagi sosialis. Kita harus saling menghidupi dan guyub rukun. Kita bukan mulai dari 0 namun mengonsolidasikan potensi yang sudah ada. Jangan sampai di sekitar tepian hutan terjadi kerawanan pangan. Forest co Food atau hutan cadangan pangan masa depan penting untuk dioptimalkan melalui BUMP. Ke depan kita harus by name by address. Sehingga kebutuhan dapat tepat sasaran dan Pemalang menjadi permodelan di Jawa Tengah,” kata Agus.

Ketua Seknas BUMP Indonesia, Dr. Ir. Sugeng Edi Waluyo, M.M. menerangkan bahwa kerawanan pangan bukan hanya berhenti di tingkat konsumen namun bermula dari petani yang tidak dilindungi sehingga petani atau produsen pangan harus bisa dilindungi. UU No. 19 Tahun 2013, Perda Jawa Tengah No.5 Tahun 2016, Pergub Jawa Tengah No.16 Tahun 2018 dan Keputusan Kepala Dishanpan Jawa Tengah No. 045/2346 Tahun 2020 menjadikan sebuah jawaban keberpihakan kepada produsen pangan melalui konsep kelembagaan ekonomi petani sebagai badan usaha yang berbadan hukum disebut Badan Usaha Milik Petani (BUMP).

“Jawa Tengah selalu mengalami goncangan harga terutama saat panen selalu tidak adanya keberpihakan kepada petani karena harga turun. Disisi lain saat tidak musim panen, harga malah naik. Selama ini belum ada keberpihakan kepada petani yang tersistem dari pengolahan lahan, pembiayaan, benih, pupuk, pendampingan, offtaker, dan kepastian harga. Roh keberpihakan jika BUMP memang dapat terealisasi ini akan menjadi permodelan lumbung jagung yang dikelola hutan. Jika di hamparan sawah ada poktan, jika di tepian hutan ada kelompok tani hutan atau KTH,” terang Edi.

Kepala Pusat Ketersediaan dan Keamanan Pangan Kementerian Pertanian, Dr. Andriko Noto Susanto, S.P, M.P yang datang pada Kamis (9/9) sangat mendukung rencana jangka panjang dari Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah maupun Perum Perhutani KPH Pemalang untuk mendirikan BUMP. Sinergi dengan Seknas BUMP Indonesia yang sudah memiliki jaringan dan pengalaman sangat luas dapat mendukung realisasi optimalisasi sumber daya hutan di KPH Pemalang. Andriko menambahkan bahwa kerawanan pangan biasanya menyasar daerah terpencil, jika masyarakat tepian hutan termasuk diantaranya maka program tersebut sangat reletable.

“Kenyang kita sangat tergantung kepada apa yang dikerjakan petani. Jadi petani sangat mulia karena mereka menyediakan pangan kepada 270 juta penduduk di Indonesia. Dibentuknya Badan Pangan Nasional (BPN) baru-baru ini menjadikan kinerja untuk melindungi ketahanan pangan di tingkat nasional dapat lebih fokus. BPN berkomitmen membantu memperjuangkan program selama outputnya adalah kesejahteraan petani. Jadi kalau semua sudah semangat, tidak diragukan lagi ini pasti jadi,” pungkas Andriko.

Similar Posts