Kembangkan Potensi Pertanian, Jateng Godok Lembaga Sertifikasi Organik

Magelang – Bappeda Provinsi Jawa Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pengembangan pertanian organik Jawa Tengah pada Selasa (9/11) bertempat di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII, Kota Magelang. Acara yang dimulai pagi hari itu mengundang sejumlah pihak baik dari OPD Provinsi Jawa Tengah maupun OPD Kabupaten/Kota yang membidangi pangan seperti Boyolali, Magelang, Purworejo, Semarang, Temanggung, Wonosobo, dan Kota Magelang.

FGD bertujuan untuk memperoleh kesepahaman dan komitmen antar pemangku kepentingan dalam mengembangkan pertanian organik berbasis Badan Usaha Milik Petani (BUMP) di Jawa Tengah. Dalam memberikan pemahaman bersama, didatangkan juga beberapa narasumber diantaranya Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah, Perencana Ahli Madya Bappeda Jawa Tengah, Ketua Sekretariat Nasional Badan Usaha Milik Petani (Seknas BUMP) Indonesia, Direktur Sistem dan Harmoni Akreditasi Badan Standarisasi Nasional, serta Direktur Utama BUMP PT. Tanjung Mulia Agronusa.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Jawa Tengah, Agus Wariyanto menerangkan bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki program rintisan pertanian terintegrasi dan pengembangan kepedulian lingkungan. Lebih lanjut, Agus menambahkan bahwa Disahanpan memiliki komitmen untuk memfasilitasi sertifikasi organik bagi kelompok tani, gapoktan, kelompok usaha bersama sektor pangan, dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP) sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 23 Tahun 2018. Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) agar dapat segera terealisasi sebagai sarana penjaminan mutu produk organik untuk meningkatkan daya saing produk serta pendapatan pelaku usaha organik.

“Tujuan sertifikasi itu alat untuk petani semakin sejahtera bukan menjadi beban. Petani dan pemerintah harus bisa bekerja sama. Daya saing tinggi, petani dapat manfaatnya. LSO yang tidak hanya memenuhi proyek tapi juga membawa manfaat Menginternalisasi biaya eksternal termasuk biaya sertifikasi. Kualitas hasil sertifikasi yang harus dievaluasi bukan banyaknya jumlah. Saat peralihan konvensional ke organik. Produktivitas turun maka harga jual di naikan. Maka dari itu pembentukan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) agar dapat segera terealisasi sebagai sarana penjaminan mutu produk organik yang dihasilkan oleh petani Jawa Tengah sehingga meningkatkan daya saing produk serta pendapatan pelaku usaha organik,” terang Agus.

Dalam kesempatan tersebut Perencana Ahli Madya Bappeda Provinsi Jateng, Erna Widijastuti mengatakan adanya sertifikasi organik dapat meningkatkan daya saing produk pertanian. Erna pun mengeluhkan tingginya biaya sertifikasi yang harus ditanggung oleh pemohon menjadi salah satu kendala masih banyaknya produk organik yang belum disertifikasi. Padahal Sistem Pertanian Organik telah lama berkembang di Jawa Tengah dan sudah menjadi tuntutan konsumen pada saat ini. Padahal, produk dari pertanian organik dianggap produk yang aman dikonsumsi dan memiliki nutrisi yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan produk bernilai tinggi.

“Pengembangan pertanian organik dan rencana pendirian LSO di Jawa Tengah merupakan langkah penting, sesuai misi Provinsi Jawa Tengah dalam memperkuat kapasitas ekonomi rakyat sekaligus menjadikan masyarakat Jawa Tengah lebih mencintai lingkungan. Jaminan sertifikasi yang diberikan dapat berdampak baik pada pasar yang jelas. Produk organik yang dapat diterima masyarakat dan konsumen. Maka dari itu diperlukan juga edukasi yang tidak hanya dilakukan kepada petani tapi juga konsumen,” kata Erna.

Ketua Sekretariat Nasional BUMP Indonesia, Sugeng Edi Waluyo yang hadir dalam FGD memberikan gambaran pengembangan pertanian organik berbasis Badan Usaha Milik Petani (BUMP). BUMP merupakan kelembagaan ekonomi petani atau lembaga bisnis dan pemberdayaan masyarakat yang dimiliki oleh petani melalui kelompok tani, gapoktan, maupun asosiasi. BUMP bertugas menangani permasalahan petani seperti pemasaran atau kebutuhan saprotan. Manfaat adanya BUMP salah satunya dapat bekerja sama dengan lembaga perbankan dan asuransi.

“Dengan munculnya BUMP dalam UU No. 19 Tahun 2013, petani yang semula hanya perorangan membentuk satu wadah bernama BUMP yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Kelembagaan ekonomi berbasis pertanian organik akan berprospek kalau ada kontinuitas, kualitas, dan kuantitas (3K). Kalau harga turun saat peralihan konvensional ke organik pemerintah harus berani membantu menanggung biaya rugi. Dalam upaya memotong rantai distribusi diperlukan sistem yang kolektif dari segi administrasi, keinginan, maupun semangatnya,” jelas Edi.

Turut menjelaskan perwakilan dari Komite Akreditasi Nasional, Sugeng Raharjo menyampaikan topik yang berkaitan dengan standarisasi pembentukan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO). Standar pembentukan LSO dapat mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 64 Tahun 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik. Syarat pengajuan sertifikasi organik sesuai dengan SNI ISO/IEC 17065 Penilaian Kesesuaian-Fundamental Sertifikasi Produk dan Panduan Skema Sertifikasi Produk Organik. Ada delapan tahapan yang harus ditempuh dalam membentuk LSO diantaranya persyaratan umum, struktural, sumberdaya, proses, sistem manajemen.

“Sampai saat ini sudah ada sepuluh (10) Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang terakreditasi. Sebelumnya Jawa Tengah sudah ada memiliki LSO namun saat ini sudah dicabut. LSO nantinya bergerak dalam sistem akreditasi dan penilaian kesesuaian,” tambahnya yang saat ini menjabat sebagai Direktur Sistem dan Harmoni Akreditasi Badan Standarisasi Nasional.

Tidak ketinggalan, Bappeda Jawa Tengah mendatangkan BUMP di Jawa Tengah yang bergerak dalam komoditas pertanian organik. Direktur Utama BUMP PT Tanjung Mulia Agronusa, Syafi’i membenarkan bahwa budidaya dan sertifikasi organik menjadi kebutuhan utama dalam menaikkan produk sebagai pertanggungjawaban petani terhadap status organik. Syafi’i menekankan sebuah keharusan membentuk kelembagaan petani yang kuat untuk pemasaran organik yang lebih efisien dan efektif seperti BUMP. Produk yang telah dipasarkan BUMP PT. Tanjung Mulia Agromusa yaitu beras organik dengan glikemik rendah (cocok untuk penderita diabetes) dengan merk dagang DEArice.

“Permasalahan pertanian organik selama ini berupa perubahan perilaku petani (dari konvensional ke organik), kompetensi SDM dan infrastruktur teknologi, konsep manajemen perakaran pada fase pemeliharaan pertanaman, serta pasar. Sebagai tambahan, strategi yang dapat dilakukan berupa pelatihan dan pembelajaran yg produktif sesuai kompetensi terutama untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk beras. Selain itu, diversifikasi dan pengembangan produk beras organik serta pengembangan lahan dan petani mitra juga sangat diperlukan. Dalam proses implementasi pendataan yang valid harus diperhatikan dengan baik,” tandas Syafi’i.

Similar Posts